Kamis, 21 Januari 2010

MEMILIH PEMENANG "POLYGON BIKE DESIGN COMPETITION 2006"

Dari ratusan karya desain peserta kini telah terpilih belasan finalis. Proses penentuan finalis ini berlangsung ketat, sebab antusiasme peserta begitu tinggi. Hampir semua peserta menampilkan karya desain secara serius. Lagi pula tim juri kali ini merupakan kumpulan tokoh dari berbagai keahlian dan komunitas. Masing-masing juri tentu menawarkan syarat dasar dari sudut pandang yang berbeda, baik dari ahli desain produk, ahli litbang desain sepeda, ketua-ketua asosiasi, maupun tokoh dari media massa di bidang persepedaan. Namun walau sudut pandang berbeda, kesemua kriteria para juri ini demikian mengalir dan saling melengkapi. Dan bilamana disusun secara sistematis, setidaknya ada enam hal penting dari seluruh pertimbangan juri. Enam hal penting inilah yang menjadi acuan dalam penilaian.
Pertama adalah persoalan wawasan peserta tentang desain sepeda. Dari gambar rendering dan konsep desain yang dibuat oleh peserta, juri memahami tingkat pengetahuan dan wawasan peserta tentang apa itu sepeda, dan bagaimana kepekaan peserta terhadap perkembangan desain dan teknologi sepeda. Juri juga mendeteksi peserta tentang visi peserta terhadap desain sepeda dan gaya hidup di masa mendatang. Nah, peserta yang unggul adalah yang memiliki wawasan tentang desain sepeda yang cukup. Sebaliknya, peserta yang belum berhasil adalah karena wawasannya yang memang belum terjalin utuh. Umumnya mereka masih terjebak dengan desain sepeda yang terlalu imajinatif namun tidak mungkin untuk dibuat, bahkan dikendarai.
Syarat kedua adalah syarat keaslian gagasan (originality). Yang diloloskan adalah ide desain yang memang asli dari pemikiran peserta. Kita akui bahwa yang kita sebut gagasan 'asli' terkadang belum tentu gagasan yang 'murni' keasliannya. Bisa saja ide desain peserta adalah suatu hasil modifikasi, dan ide seperti ini boleh-boleh saja. Namun yang penting dimaksud di sini, sebagai ide asli adalah yang bukan merupakan hasil duplikasi maupun plagiasi dari desain sepeda yang sudah ada. Mendeteksi hal ini tentu menuntut kejelian yang ekstra dari para juri dan tentu, pendapat dari publik, sebab adakalanya suatu ide sepertinya orijinal, namun setelah diusut-usut, ternyata hasil jiplakan dari majalah impor dan sudah pernah ada di luar negeri.
Yang ketiga adalah persoalan keunikan dan kekhasan gagasan (peculiarity). Desain yang baik adalah yang memiliki impresi khas yang gampang melekat di memori kita. Para pemenang Polygon Bike Design Competition 2005 lalu contohnya, kesemuanya memiliki impresi desain yang kuat. Misalnya desain sepeda dengan lipatan rangka yang terinspirasi dari lipatan gantungan baju (pemenang pertama), atau desain dengan ukuran rangka sepeda yang bisa adjustable (pemenang kedua), atau sepeda khusus untuk belanja di dalam hypermall (pemenang ketiga). Nilai keunikan seperti ini akan membentuk identitas yang khas pada suatu desain sehingga desain tersebut mudah kita ingat kapanpun. Para finalis tahun ini diharapkan mencapai tingkat keunikan yang sama, bahkan lebih tinggi.
Kemudian, syarat yang keempat adalah syarat kegunaan (functionality). Syarat ini menuntut agar peserta mengerti tentang fungsi sepeda yang dibuatnya. Setidaknya, ia mengetahui untuk tujuan apa rancangannya dibuat. Ia diharapkan pula bisa menunjukkan bahwa desainnya memang nyaman untuk digunakan, pantas dipakai dan memungkinkan untuk diproduksi. Setiap keputusan bentuk, struktur, teknologi maupun detail-detail rancangannya, perlu ada alasan fungsionalnya. Menentukan bentuk setang, katakanlah, hendaknya terbukti sebagai alat kemudi yang baik, bisa dikendalikan dan dibelokkan. Menentukan bentuk sadel hendaknya bisa dipakai sebagai tumpuan duduk sembari mengayuh secara nyaman, dan seterusnya. Dalam kaitan dengan aspek fungsional inilah desainer musti berhati-hati dalam mendesain. Karena apabila bentuk yang kita rancang ternyata tidak ada fungsinya, kita akan terjebak pada upaya 'mendekorasi' sepeda, bukan lagi 'mendesain' sepeda.
Syarat kelima adalah syarat yang muncul dari pertimbangan pasar dan gaya hidup. Syarat ini menuntut sensitivitas dari desainer tentang selera pasar, segmentasi konsumen yang dituju, dan dampak gaya hidup yang ditimbulkan oleh desainnya. Adakalanya desainer membuat rancangan yang indah, namun melupakan nilai jual di pasaran, lupa akan pengaruhnya terhadap gaya hidup, dan sebagainya. Contohnya, desain sepeda lipat dengan teknik lipatan baru (folding bike). Bilamana hasil lipatannya ternyata menjadikan bentuk sepeda semakin rumit bentuknya, sulit dibawa dan disimpan secara praktis, maka desain tersebut besar kemungkinannya untuk gagal di pasaran.
Syarat keenam adalah kemampuan presentasi tiap peserta (presentation skill). Syarat ini sebenarnya merupakan syarat dasar sebagai desainer produk, yakni kemampuan untuk menyampaikan idenya secara baik dalam bentuk gambar, konsep, maupun model produk berskala (3 dimensional). Sebab kita paham, ide sebagus apapun bila cara penyampaiannya buruk, maka sia-sialah ide tersebut. Para finalis terpilih karena dinilai memiliki kemampuan ini. Selanjutnya mereka diminta membuat model produk untuk dipamerkan secara khusus, diapresiasi publik, dan dipilih siapa yang terfavorit menurut publik. Pada event pameran ini pula, para finalis diminta untuk mempresentasikan desainnya di depan para juri.
Dari berbagai jenis presentasi yang mereka lakukan (gambar, konsep, model, dan diskusi lisan) lengkaplah titik tolak juri untuk menentukan siapakah para pemenang "Polygon Bike Design Competition 2006" ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar