Minggu, 10 Januari 2010
Ferrari Monza, Mobil Ferrari Terbaru Masa Depan
Pak Saman adalah pembantu rumah tangga Barack Obama kecil di Jakarta. Dia bertugas mengantar Barry—panggilan untuk Obama kecil--ke kantor kami, tempat ibunya bekerja sebagai guru bahasa Inggris bersama-sama Bapak Anton Hilman (alm). Saat ditanya apa cita-citanya nanti setelah besar, Barry kala itu menjawab, “Saya ingin menjadi PM”.Pak Saman menebak, kata PM yang dimaksud Barry adalah “polisi militer”, atau “perdana menteri”. Sebagai orang Amerika Serikat (AS), menjadi perdana menteri tentunya tidak mungkin karena jabatan itu tidak ada di sana. Tetapi paling tidak cita-citanya itu terkabul dengan posisinya saat ini di AS--yang sekelas perdana menteri. Dia menjadi presiden AS.Ada tiga indikasi bakat kepemimpinan kuat yang sejak kecil ditunjukkan Barry. Pertama, cita-cita seperti disampaikan di atas. Kedua, kecerdasan yang di atas rata-rata. Barry memiliki daya ingat yang tinggi. Semasa kecil dia bisa tahu kalau nomor polisi sebuah mobil diganti, yang membuat orang lain terheran-heran.Ketiga, dia memiliki kemampuan menyampaikan pendapat sampai ke sanubari lawan bicara dengan kuat. Barry kecil suka berdebat, lebih tepatnya menyerang sesama anak dengan kata-kata sampai menyakitkan hati. Itulah sebabnya, Pak Saman juga bertugas mengawasi Barry ke mana pun juga untuk memastikan dia tidak dipukuli sesama anak yang sakit hati dengan kata-katanya. Tugas tersebut dilakukannya sampai keluarga Ibu Ann bersama Barry pindah ke AS karena sang ibu melanjutkan kuliah S3, dan Pak Saman pun lantas bekerja di tempat kami.Ketiga bakat dasar Barry di atas benar-benar dikembangkan untuk menjadi pemimpin besar di negerinya yang juga besar. Berdasarkan partai yang dia pilih, kondisi ekonomi negaranya saat dia terpilih, dan orang-orang yang ditentukan untuk mendampinginya, dia ingin mengikuti jejak Bill Clinton, sesama presiden AS dari Partai Demokrat.Kedua presiden tersebut memasuki Gedung Putih dalam suasana ekonomi yang buruk. Bill Clinton menyerang lawannya bahwa keberhasilan ekonomi selama ini hanyalah ”Marketing Gimmick”, dan Bill Clinton menawarkan sebuah perubahan, sama dengan yang ditawarkan Barack Obama.Ciri khas Partai Demokrat di AS adalah kekuatan untuk menangani isu-isu dalam negeri, terutama terkait dengan kondisi ekonomi, tetapi tidak menonjol dalam menangani isu luar negeri. Barry datang pada saat yang tepat, indikasi kepemimpinan keempat, dengan menawarkan arah yang tepat, indikasi kepemimpinan kelima yang ditunjukkan Barry.Isu-isu yang mulai dilontarkan Barry, misalnya meminta George W Bush segera mengucurkan dana untuk menstimulasi ekonomi serta mendorong pergantian mesin-mesin industri mobil yang sedang terpuruk agar bisa bekerja lebih efisien.Selain itu, isu penurunan suku bunga juga sudah mencuat. Sebenarnya sudah ada beberapa negara yang sedang berusaha menekan suku bunga supaya biaya produksi menurun. Tahun 2009, penurunan suku bunga kemungkinan besar akan menjadi tren di berbagai negara untuk mendorong pertumbuhan sektor produksi. Jadi, dia berada pada langkah yang tepat.Yang belum tampak dari langkah Barry, namun dimanfaatkan Bill Clinton adalah penggunaan nilai tukar sebagai salah satu senjata. Salah satunya, Bill Clinton meminta mitranya seperti Jepang untuk menguatkan mata uang mereka. Alasan ekonominya, supaya nilai tukar berada pada kondisi paritas atau keseimbangan. Di balik itu, alasan utamanya adalah supaya produk AS mampu bersaing di pasar internasional.Ada satu lagi isu yang tidak muncul pada saat kepemimpinan Bill Clinton, tetapi menjadi isu krusial saat ini, yaitu mengenai sistem keuangan global. Peran mata uang dolar AS sebagai warisan kesepakatan Bretton Woods, benar-benar mendapat tantangan atas makin banyaknya negara yang meragukan mata uang tersebut sebagai satu-satunya alat pembayaran internasional. Apalagi setelah dolar AS tidak lagi mudah dikonversikan (convertible) terhadap emas.Penggunaan berbagai mata uang kuat untuk keperluan transaksi internasional dan cadangan kekayaan oleh banyak negara menunjukkan turunnya peran dolar AS. Itulah tantangan terbesar yang dihadapi Barack Obama untuk empat tahun ke depan, yang dapat mengantarkannya menduduki posisi presiden periode kedua. Kita tunggu hasil kerja para pembantu yang mengelilinginya saat ini. Tentunya tidak ada Pak Saman di sana, karena saat ini dia masih bekerja bersama kami di Jakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar